Tak pernah sedikitpun terlintas di pikiran saya untuk mengunjungi Laos. Berbeda dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, Laos memang jarang sekali terdengar namanya di media. Belakangan saya baru tahu ternyata Laos termasuk negara yang tertinggal di banding sahabat-sahabatnya di ASEAN.
Republik Demokratik Rakyat Laos adalah negara yang terhimpit daratan di Asia Tenggara, berbatasan dengan Myanmar dan Republik Rakyat Cina di sebelah barat laut, Vietnam di timur, Kamboja di selatan, dan Thailand di sebelah barat. Laos adalah negara yang dilindungi selimuti hutan lebat yang kebanyakan bergunung-gunung, di mana salah satunya yang tertinggi adalah Phou Bia dengan ketinggian 2.817 m dari permukaan laut. Laos juga memiliki beberapa dataran rendah dan dataran tinggi. Sungai Mekong membentuk sebagian besar dari perbatasannya dengan Thailand, sementara rangkaian pegunungan dari Rantai Annam membentuk sebagian besar perbatasan timurnya dengan Vietnam.
Dengan kondisi geografis yang seperti ini, seharusnya Laos bisa menjadikannya nilai lebih. Berbeda dengan Indonesia yang terhampar di ratusan pulau yang dipisahkan oleh lautan, seluruh penjuru Laos bisa ditempuh dengan jalur darat. Pembangunan harusnya bisa lebih cepat dan tentu saja bisa merata dilakukan di seluruh pelosok negeri.
Apa sih sebenarnya yang terjadi dengan Laos? Pemerintah Laos memulai melepas kontrol ekonomi dan mengizinkan berdirinya perusahaan swasta pada tahun 1986. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi melesat dari sangat rendah menjadi rata-rata 6% per tahun periode 1988-2004 kecuali pada saat krisis finansial Asia yang dimulai pada 1997. Seperti negara berkembang umumnya, kota-kota besarlah yang paling banyak menikmati pertumbuhan ekonomi. Ekonomi di Vientiane, Luang Prabang, Pakxe, dan Savannakhet, mengalami pertumbuhan signifikan beberapa tahun terakhir.
Sebagian besar dari wilayahnya kekurangan infrastruktur memadai. Laos masih belum memiliki jaringan rel kereta api, meskipun adanya rencana membangun rel yang menghubungkan Vientiane dengan Thailand yang dikenal dengan Jembatan Persahabatan Thailand-Laos. Jalan-jalan besar yang menghubungkan pusat-pusat perkotaan, disebut Rute 13, telah diperbaiki secara besar-besaran beberapa tahun terakhir, namun desa-desa yang jauh dari jalan-jalan besar hanya dapat diakses melalui jalan tanah. Ada telekomunikasi internal dan eksternal yang terbatas, terutama lewat jalur kabel, namun penggunaan telepon genggam/handphone telah menyebar luas di pusat perkotaan. Listrik juga belum tersedia di banyak daerah pedesaan.
So, menyambut ASEAN Economic Community (AEC) 2015 harusnya Laos lebih gencar membenahi diri dulu. Infrastruktur, jalur listrik dan jalur telekomunikasi yang masih kurang harus segera dikembangkan.Karena ini akan menjadi modal untuk meningkatkan sector-sektor bisnis yang lain.
Laos adalah negara dengan tanah yang subur. Laos memiliki lembah sungai yang subur sehingga banyak menghasilkan tanaman pertanian seperti padi, tembakau, dan kopi.Ini tentu saja bisa sangat menunjang sector pertanian. Pertanian masih memengaruhi setengah dari perekenomian Laos dan menyerap 80% dari tenaga kerja yang ada. Dengan kondisi pertanian yang baik, Laos bisa menjalin kerjasama di bidang pertanian dengan Indonesia. Indonesia adalah potensi pasar yang sangat besar untuk beras. Dengan kerjasama diplomat dengan Indonesia, diharapkan nantinya Laos dapat dengan mudah mengeksport beras ke Indonesia. Dan Indonesia pun dapat menerimanya tanpa bea masuk.
Laos juga dapat mengejar ketinggalan dari negara ASEAN lainnya dengan pariwisata. Keindahan alamnya yang masih sangat asri dan bisa dibilang perawan, pasti sangat menarik wisatawan. Dalam rangka meningkatkan kunjungan pariwisata ini, Laos bisa menawarkan paket-paket menarik khususnya untuk wisatawan dari negara-negara anggota ASEAN. Membuka jalur penerbangan langsung dari kota-kota besar negara-negara anggota ASEAN ke Vientiane.
Di bidang pendidikan, Laos bisa melaksanakan pertukaran pelajar dan mahasiswa dengan negara-negara anggota ASEAN.
Menyediakan lapangan kerja di negera sendiri juga menjadi salah satu tugas penting bagi Laos. Seperti diketahui 37% dari penduduk Laos yang berpendidikan tinggal di luar negeri. Dengan tersedianya lapangan kerja mungkin jumlah tersebut perlahan bisa dikurangi. Laos harus mengundang investor-investor asing khususnya di industri padat karya
Intinya adalah membuka diri dan berbenah diri. Dengan terjaminnya sistem transportasi, listrik dan telekomunikasi, saya yakin Laos bisa dengan mudah mengejar ketinggalannya. Come on, Laos! Sure you can do it 🙂
ini adalah postingan hari keenam #10daysforASEAN
sumber :
[…] Come on, Laos! […]