Entahlah, saya selalu merasa seseorang sedang dalam masalah ketika dia dengan mudahnya melontarkan kata-kata kasar dan apalagi mengandung penghinaan. Saya selalu berasumsi bahwa seseorang tersebut pastilah sedang dilanda masalah akut. Sehingga tak mampu lagi mengendalikan kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Mungkin hati dan pikirnya tak lagi mampu membendung lautan sumpah serapah yang menyesakkan jiwa. Karena hati dan pikiran sudah dipenuhi berbagai hal yang menghimpit dan memaksa sesuatu keluar dari mulut melalui ucap.
Itu lisan. Dimana tak ada jeda antara hasrat untuk berucap dengan kata yang akhirnya terlontar dan terdengar khalayak. Dimana emosi yang mengikat mungkin tak lagi bisa membendung lontaran kata-kata yang mungkin sebenarnya tak ingin diucap.
Lalu bagaimana dengan tulisan di social media? Dimana luapan emosi yang menumpuk di hati dan kepala masih bermuara di barisan kalimat-kalimat yang tak akan ada yang tahu sebelum kau melepasnya dengan sebuah gerakan jari yang kemudian membebaskannya ke lautan mata para pembaca. Sebenarnya masih ada waktu untuk mengurungkannya, masih ada waktu untuk berpikir dan menimbang pantas atau tidak. Lain hal kalau social media memang telah dianggap seperti keranjang sampah. Tempat sumpah serapah dan caci maki tak berbayar yang bisa digunakan kapan dan dimana saja.
Seseorang atau sesuatu tidak lantas menjadi hina hanya karena dihina seseorang.
Dan Jogja tak akan menjadi hina hanya karena ucapan seorang perempuan yang tak rela menunggu lama.
Jogja selamanya istimewa, setidaknya buat saya.
perbincangan paling hangat di sepekan terakhir. 🙂
Memangnya siapa yang di hina dan siapa yang menghina??
Hi Yessi…
Itu fotonya di edit pakai apa ya?
Keren ❤
kan dia lagi emosi, emosi = saat lidah lebih cepat dari pikiran, yang ini ketikkan jari tangannya lebih cepat dari pikirannya
salam kenal mbak, saya sangat suka dengan tulisannya
menarik, inspiratif dan enak bacanya
ditunggu berita-berita terbarunya
dan sukses selalu….