“Happy Valentine. I miss you too”

…..

Suasana mulai mencair. Kau sudah tidak tampak kaku dan dingin. Perlahan, kau yang selama ini kukenal mulai kembali kudapati. Tapi sayang kau harus segera berpamitan, karena ada janji makan malam dengan kolega dan rekan bisnismu.

Aku masih sangat merindukanmu. Aku masih ingin kita duduk disini, berbagi cerita, tertawa, atau bahkan menangispun kalau kau ingin, aku mau. Pernahkah kau merasa bahwa tempat dan waktu tidak lagi begitu penting. Asal kau bisa terus bersama dengan seseorang yang bersamanya kau ingin waktu membeku, berhenti di durasi kebersamaan kita saja. Dan tak ada lagi yang lebih penting dari itu.

“Aku masih di sini until next week. Kalau ada waktu kosong kita ngopi lagi deh. Sorry i have to go now. The dinner will be start in one hour, dan aku masih harus ganti kostum ke hotel!” kau berdiri dan meraih tasmu.

Promise me, please! Kita harus ketemuan lagi sebelum kamu balik ke Amsterdam,” aku memberanikan diri memegang lenganmu.

I will try my best, mister Edga!” kau tersenyum sambil melepaskan tanganku.

Lalu kau berlalu, bersama senja yang telah pergi dijemput gelapnya malam.

Thank you for your valuable time. Sudah delapan tahun aku menanggung rindu, dan sore ini adalah anugrah luar biasa ketika aku bisa melihat senyum dan mendengar gelak tawamu lagi.

Kau tahu. Akan lebih mudah bagiku melihatmu bahagia dengan Ben. Meski ada perasaan tak terjelaskan yang kurasakan, tapi itu lebih baik daripada melihatmu sendiri dan apalagi kesepian. Entahlah, aku merasa seperti bertanggung jawab atas kebahagiaanmu. Aku selalu ingin memastikan bahwa kau bahagia. Aku tidak ingin kau bersedih apalagi terluka. Dan rasa ini sudah terjaga sejak tahun pertama dari lima belas tahun persahabatan kita. Mungkin aku mencintaimu, tapi kau terlalu indah untuk dimiliki. Hingga aku lebih memilih melepaskanmu .

Telepon genggam di sakuku bergetar, aku mengambilnya dan membaca sebuah pesan yang baru saja tiba lewat SMS.

“Happy Valentine, my bear. I miss you,”

 Aku meletakkan telepon genggamku di atas meja. Tak langsung membalasnya.

Dalam hidup kita seringkali harus memilih dua hal sulit. Seperti, memilih berlari dan mengejar apa yang kaucintai sampai titik daya terakhir,  atau memilih berdamai saja dengan apa yang ada di depan mata, tanpa kesulitan yang berarti.

Dan aku adalah seorang pengecut yang tak ingin berlari dan lebih memilih apa yang ada tanpa kesulitan yang berarti.

“Happy Valentine. I miss you too”

SENT

Happy Valentine, Clay. Terimakasih untuk pertemuan kita yang walau hanya sesaat tapi adalah kado valentine terindah untukku selama delapan tahun terakhir ini,” bisikku sambil menatap tempatmu tadi duduk, seolah kau masih di sana.***

udah..gitu aja ceritanya. yang mau di ‘bersambung’ in,  ayo tunjuk tangan 🙂

Advertisement

One comment

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s