Memilih Sekolah Yang Tepat Untuk Anak

Duh…eh…jangan duh harusnya ya. Tapi….Hore…nggak kerasa ya, cyin…segala resah gelisah gundah gulana tentang ASI, menu MPASI, udah tumbuh gigi berapa, kok minum susu itu sih, kok belum bisa jalan sih, kok ininya begitu sih, kok itunya begini sih telah berganti dengan episode….. kok belum sekolah sih, udah bisa menghitung belum dan kok sekolahnya nggak di sekolah yang itu sih?

Sebagai mahluk sosial dan tinggal di lingkungan yang sangat care dengan sesamanya pertanyaan-pertanyaan seperti ituh pasti tidak bisa dihindari. Dan daku sebagai mamah muda cantik berwibawa yang berhati seluas samudra dan selalu berpikir positif (ehm…) selalu mengganggap pertanyaan-pertanyaan tentang si boy adalah bentuk perhatian dan kasih sayang pada si boy yang emang menggemaskan seperti mamahnya sih. Eh 😛

Seperti yang sudah daku ceritakan sebelumnya, ceritanya di sini atau di mana ya? Ah lupa….pokoknya udah pernah cerita kalau si boy akhirnya masuk sekolah di usianya yang ke tiga tahun enam bulan atas permintaannya sendiri dan atas pilihannya sendiri. Ya ampun, Yes…ceroboh banget sih nyuruh anak balita nyuruh milih sekolahnya sendiri? Orangtua maccam apa kau ini? Tak kau pikirkannya masa depan anakmu?

Jadi gini, sebenarnya saya dan pak suami sudah sepakat bahwa si boy hanya akan masuk sekolah ketika dia sudah berumur lima tahun. Alasannya apa? Nggak harus daku ceritakan kan?  Pokoknya menimbang ini dan itu, itu dan ini kami sepakat bahwa si boy akan sekolah di usia lima tahun. Tapi apalah daya rencana hanyalah rencana, tetapi si bos alias si boy juga yang menentukan semuanya. Kamipun mulai hunting sekolah untuk si boy. Segala aspek sudah dipertimbangkan dengan matang, termasuk masalah dana. Daku sebenarnya sudah naksir dengan salah satu sekolah yang -memang katanya bagus dan terkenal di kota kami itu. Budget juga udah masuk. Sudah ketemu dengan kepala sekolahnya juga, udah mantap lah pokoknya.

Dan apakah akhirnya si boy sekolah di sekolah yang daku taksir ituh? Jeng…jeng…..tidak, saudara-saudara. Ternyata pak suami lebih kreatif dalam menentukan sekolah untuk si boy. Si boy diajak ke beberapa sekolah yang ada di kota kami dan disuruh memilih sekolah yang mana yang disukainya. Dan ternyata pilihan daku berbeza dengan pilihan si boy. Dia jatuh cinta dengan sebuah sekolah yang tidak begitu jauh dari rumah. Daku coba membujuk si boy untuk mencoba ikut trial di sekolah yang daku taksir. Dan dia tidak mau.

Setelah mendatangi sekolah yang ditaksir si boy dan berbincang-bincang dengan gurunya, kamipun sepakat untuk mendaftarkan si boy di sekolah itu. Sekolahnya lumayan bagus sih. Guru-gurunya juga ramah dan sepertinya baik hati dan tulus. Uang pendaftarannya sangat murah, hanya 12% dari uang pendaftaran di sekolah yang daku taksir. Itu sudah termasuk dua pasang seragam sekolah dan satu buah tas ransel. Pinter banget yak anak gue milih sekolah? Nggak rela kali yak kalo emaknya harus ngerem bebelanjaan online karena bayar uang pendaptaran yang harganya sama dengan tipi empat puluh inch  *digampar* 😛

Konsisten dengan pilihannya, hari pertama si boy sangat lancar jaya. Tak ada drama nangis dan harus ditungguin mamah. Malah waktu daku pamitan untuk kembali ke kantor dia dadah dadah dengan senyum cerianya. Guru-gurunya sempat heran karena biasanya anak yang baru masuk sekolah pasti harus ditungguin dulu dan hampir semuanya pake acara nangis dan terjadi drama hari pertama masuk sekolah. It’s not happened with my boy.

Jadi intinya apa? Bagaimana cara memilih sekolah yang tepat untuk anak? Nyuruh anak milih sendiri dimana dia mau sekolah? Nggak gitu juga sih. Kami menuruti pilihan si boy karena setelah mengetahui lebih banyak tentang sekolah tersebut, sekolahnya juga lumayan bagus. Daku tidak memaksakan kehendak untuk menyekolahkan si boy di sekolah pilihan daku karena takut dia akan merasa terpaksa. Lagian masih play group juga kan, belum TK. Sekolah juga cuma main doang.

Daku pernah dikasi tahu oleh seorang bijak. Bahwa, jangan menyerahkan 100% pendidikan anak-anakmu kepada sekolah. Jadi kalau kau berharap dengan membayar mahal maka anakmu akan dididik sebaik-baiknya, kau salah. Pendidikan itu dimulai dari rumah. Sebagai orangtua kita harus bisa memberikan lebih dari apa yang didapatkannya di sekolah. Kalau kau bisa memilih dimana anakmu sekolah, pilihlah sekolah dengan guru-guru yang baik hati dan bahagia. Karena gedung bagus, fasilitas lengkap dan atribut-atribut lainnya tidak akan ada artinya.

Oh, dimana aku bisa mendapatkan sekolah dengan guru-guru yang baik hati dan bahagia?

Advertisement

One comment

  1. Tahun ini saya memutuskan buat nyekolahin anak, sebenarnya kalau dari saya nggak ada target dia bisa baca tulis (usianya blm ada 4 thn), cuma kasian aja gtu di rmh gk ada tmn dan saya suka sibuk ma adeknya. Jd supaya dia ada aktivitas buat perkembangannya, saya mutusin nitip ke sekolahan. Lumayan 2-3 jam dia berinteraksi ma dunia lain di luar rumahnya 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s