Dalam ingatan saya, ibu adalah sosok yang ceria, sederhana, sedikit cerewet, punya banyak sahabat, suka memberi dan penolong. Saya selalu ingat, di akhir minggu rumah kami tak pernah sepi dari kehadiran sahabat dan kerabat yang berkunjung. Kemudian ibu yang sering memasak kue-kue kecil buat mereka, atau menyediakan makanan seperti bubur sumsum atau bubur kacang hijau. Rumah kami selalu ramai dan hangat, penuh dengan canda dan tawa.
Menginjak remaja saya sering membayangkan ibu yang sudah tua dan saya yang sudah menjadi ibu. Lalu kami bersama menikmati secangkir teh dan dan kue-kue kecil buatan ibu, di suatu sore di taman belakang rumah kami. Dulu saya tidak pernah mempunyai impian memberikan ibu ini atau itu, atau membuatnya bahagia dengan melakukan sesuatu. Karena waktu itu menurut saya ibu sudah cukup bahagia.
Sepuluh tahun sudah saya hidup dengan berbekal kenangan. Hidup dengan kasih sayang ibu yang tak lagi nyata dalam wujud yang bisa terlihat mata. Melanjutkan hidup dengan bekal yang pernah saya dapatkan dari ibu. Bekal yang berisikan kenangan-kenangan indah tentang ibu, cinta dan kasih sayangnya, sifat baik dan sifat (yang saya anggap) buruknya, masakan-masakannya, kebiasaan-kebiasaan khusus yang sering dilakukannya, ah…banyak sekali. Banyak sekali hal tentang ibu yang saya jadikan bekal dalam hidup.
Saya bahkan terkadang lupa kalau ibu sudah di surga. Segala hal tentangnya masih melekat kuat. Kasih sayangnya masih terasa, omelannya kadang masih tenginang di telinga, masakannya masih terasa di lidah. Padahal sudah sepuluh tahun ibu tenang dalam keabadiannya. Betapa cinta dan kasih sayang ibu tiada akhir, melekat sepanjang masa.
Saya tidak akan bercerita tentang kesedihan saya kehilangan ibu. Tanpa saya ceritakan, semua orang pasti tahu sakit dan perihnya. Kehilangan orang yang sangat dicintai sekaligus orang yang menjadi sandaran jiwa tidaklah mudah. Dibutuhkan kekuatan dan kebesaran hati untuk menerima dan menjalaninya.
Saya menepis duka dengan kenangan, cinta dan kasih sayang yang sudah ibu berikan. Bersyukur atas hari-hari dan kenangan yang saya peroleh darinya. Dan..oke…tidak semudah itu! Memang tidak semudah itu. Tapi hidup harus berlanjut. Kita tidak boleh tenggelam dalam kesedihan. Tapi kalau sedang rindu masih boleh kok menangis diam-diam 🙂
Pada akhirnya saya harus menyadari dan menerima, bahwa ibu tak akan pernah menjadi tua. Secangkir teh dan kue-kue kecil buatan ibu tak mungkin terwujud kami nikmati pada suatu sore di taman belakang rumah kami. Tapi saya yakin dan percaya, di surga ibu lebih bahagia menikmati secangkir teh dan kue-kue kecil buatan Tuhan. Dan meskipun tak lagi tertangkap mata dan terengkuh raga, cinta dan kasih sayang ibu masih melekat dan menyertai hari-hari saya.
Ibu tak pernah pergi, dia selalu ada lekat di hati saya, selamanya.
Selamat hari ibu, untuk semua perempuan di dunia dan di surga. We love you 🙂
Ibu memang akan selalu lekat di hati…selamat hari ibu …
moga bunda bahagia di alam sana…