udah baca ini kan?
Mungkin aku terlalu berharap, atau Amara memang sudah berubah. Sahabat-sahabat yang dulunya sangat dekat, terkadang memang perlahan menjauh bersama laju waktu. Apalagi sahabat-sahabat yang tidak tinggal satu kota dan sudah berkeluarga. Mereka pasti sibuk dengan kehidupan masing-masing, dan menganggap sahabat lama adalah bagian dari kenangan yang hanya diingat di waktu senggang -yang hampir tak pernah ada.
Tak heran jika Amara tidak (sempat) menghubungiku waktu dia bertugas ke Jogja. Aku terlalu berharap. Atau mungkin aku merasa istimewa, padahal aku tak lebih dari kumpulan sahabat-sahabat lama miliknya yang hanya diingat di waktu senggangnya.
Sulit bagiku untuk tidak mengistimewakan Amara. Dia adalah perempuan pertama yang mampu merampas tidur-tidur malamku. Perempuan yang pernah sangat dekat tapi tak pernah kukenali sepenuhnya.
Perempuan yang kuanggap selamanya misterius hingga selamanya menjadi tanya yang ingin kucari jawabnya. Perempuan pertama yang tak bisa kumiliki walau hatiku sangat meinginkannya. Perempuan yang membuatku tersenyum bahagia ketika melihatnya bahagia.
Amara, perempuan itu sudah memiliki tambatan hati ketika aku menyadari bahwa aku mencintainya. Tapi kami tetap bersahabat dan menganggap tidak terjadi apa-apa.
Aku memang pemain sandiwara ulung. Dia pasti tidak tahu betapa sulitnya menjalani hari-hari waktu itu.
Handphone ku berbunyi,
Sorry, Rey..still in a meeting, teleconference with HQ. reply you later ya 🙂
Ah, kamu memang selalu sibuk dengan kehidupanmu, Ra.