Kita bertemu sore itu, di tengah keramaian sebuah kafe penyedia kopi yang berada di lantai dasar sebuah pusat perbelanjaan. Hanya tempat ini yang terlintas di pikiranku ketika akhirnya kau membalas pesan singkat dariku lalu sepakat untuk bertemu.
Ini adalah pertemuan pertama kita setelah hampir delapan tahun tak pernah bertemu. Kau jauh berbeda. Aku mengharapkan sebuah pelukan -karena sudah sangat lama tak bertemu darimu, atau komentar konyol atau bahkan tonjokan ringan seperti yang dulu sering kau lakukan. Tapi hanya senyum tipis cenderung dingin yang kau suguhkan, dan sebuah kalimat yang lebih pantas diucapkan pada rekan bisnis dan bukan sahabat. “Hai, sudah lama? Maaf, aku terlambat!”
Lalu kita diam. Entahlah. Kau kemudian sibuk dengan telepon genggam. Aku hanya melempar pandang keluar sana, menatap hujan yang sudah mulai reda. Beberapa cuplikan kenangan-kenangan kita di masa lalu kemudian ramai memenuhi pikiranku. Betapa aku merindukanmu. Betapa aku ingin memelukmu dan mengacak rambutmu beberapa saat yang lalu ketika kau muncul di hadapanku. Apakah delapan tahun tak pernah bertemu telah menghapusku dari hatimu? Kita masih bersahabat, kan? Walau tak pernah bertemu, kita masih sering bertukar cerita lewat email dan social media kan?
“Sorry, Ed. I have to reply some urgent email!” akhirnya kau bersuara. Lalu memasukkan benda laknat itu ke dalam tasmu.
“It’s okay. Sekarang udah beres kan?” aku memberanikan diri menatapmu lekat.
“Ya.” kau melempar pandang ke luar sana, tak membalas tatapanku.
“So..how are you?” tanyaku kemudian.
“I am good.”
“Happy?”
“Ya.”
“Really?”
“Kenapa?”
“Just to make sure that you are really happy.”
“No worry, life is not always good. But i am happy. Kamu gimana?”
“Aku? Aku juga baik-baik aja, sama seperti kamu. Life is not always good, but i am happy.”
“Your wife? Programnya udah berhasil?”
Aku nggak nyangka kalau kau akan bertanya tentang hal itu. But i have to answer. “She’s good. Aku lupa cerita ya, programnya akhirnya berhasil. Ni udah jalan empat bulan.”
“Really? Finally…congratulation ya!”
“Kamu kapan? ” oh shit, kenapa pertanyaan seperti ini yang kulontarkan.
“Someday.”
“Anyway, kamu ngomong sama Ben kan kalo kita ketemuan?”
Kau tidak langsung menjawab, hanya menarik napas panjang sebelum berucap. “Ben? No! No need. I am no longer with Ben.”
“Maksudnya?”
“Kami udah pisah. Resmi. Setahun yang lalu.”
“Really? You never told me. Kenapa?”
“Sorry. I can not tell you…”
“Tapi..”
bersambung ya…. 🙂
ahh…. jadi penasaran ini..
pake bersambung pula.. 🙂
ga sabar nunggu sambunganya…
Lah… antikelimaks