Cerita yang Belum Selesai (di Jakarta)

Akhir bulan lalu saya harus ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Sendirian. Nyampe Soekarna Hatta udah sekitar jam delapan malam. Masih ngantri taksi sekitar setengah jam-an. Hotel tempat menginap ada di Kuningan. Yang mana pasti udah pada tahu daerah Kuningan adalah puntjak dari kemacetan di jam-jam segitu. Mana sendirian pulak, jadilah sepanjang jalan banyak pikiran-pikiran nggak penting yang berkelebat (eh kaya bayangan aja, Yes? hahaha…)

Kalau lagi jalan sendiri emang kitanya jadi banyak merenung ya. Kalau ada temannya kan pasti ngobrol. Oiya, saya bukan termasuk gadget mania. Kadang daripada sibuk dengan gadget saya lebih memilih memerhatikan sekitar sambil mikir kemana-mana.

Anyway, nggak banyak yang tahu kalau sebelum pindah dan menetap di Salatiga saya pernah tinggal di Jakarta. That’s why saya punya banyak cerita dan kenangan tentunya (ehm…) tentang Jakarta. Selain keluarga, di Jakarta juga masih banyak sahabat-sahabat saya. Karena itu juga kalau ke Jakarta saya segera ngabarin mereka. “Gue ke Jakarta tapi urusan kerjaan. Syibuk. Kalau mau ke hotel gue nginep di bla bla bla…”. Soalnya kalau nggak dikasi tau trus mereka taunya dari sosial media, alamat pada ngambek dah. Hehehe….

Kalau banyak teman yang punya kenangan tidak menyenangkan di Jakarta, berbeda dengan saya. Saya punya banyak kenangan indah di sana. Hah? Masa macet-macetan tiap hari kenangan indah, Yes? Hmm…kebetulan dulu saya ngekos di belakang gedung kantor tempat saya bekerja. Jadi saya tidak merasakan macet-macetan di pagi hari menuju kantor.  Kita masuk kerja jam setengah sembilan, jam delapan saya masih nyanyi-nyanyi sambil mandi di kosan. Pulang kerja jam setengah enam, jalan dikit udah nyampe kosan. Nggak perlu stress menghadapi macet.  Tapi emang bener, seudah biasanya menghadapi macet, tetep aja macet itu bikin setres lho.

Tapi selain kenangan-kenangan indah di Jakarta, saya juga punya sebuah cerita yang belum selesai. Umm…belum selesai tapi telah disudahi? Seperti sebuah novel yang belum selesai ditulis? Ah, mungkin lebih tepatnya sebuah novel yang dipaksa untuk selesai lalu dikirim ke penerbit dan dicetak lalu disebarkan? Hahaha…entahlah.

Di saat sendiri dan punya banyak waktu untuk mikirin banyak hal (karena terjebak macet), kadang saya merasa bersalah pada seorang sahabat. Dia pernah berjanji menyusul saya ke Jakarta, lalu ketika dia datang saya malah pindah ke Jawa. Dan sampai sekarang, kita tidak pernah membahasnya.

20180610_213300.jpg

Buat saya, Jakarta masih tetap seperti yang dulu. Sebuah kota yang penuh kenangan dan cerita. Dan juga satu cerita yang belum selesai (tapi sudah dianggap selesai).

Gosah kepo tentang cerita apa. Yang pasti fiksi. Hahahahah….. 😀

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s